Polusi di Seoul

Banyak yang bilang kalau udara di Korea Selatan itu sangat segar, lebih segar daripada udara di Jakarta. Sebenarnya, itu tidak salah kalau kita pergi ke daerah-daerah pedesaan di Seoul, tetapi udara di Kota Seoul dan sekitarnya tidak kalah buruknya dengan Jakarta. Bahkan, sebetulnya Seoul masuk ke dalam kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.

Kok bisa?
Industri di Korea Selatan berkembang pesat pada tahun 1960-1980an sehingga banyak pabrik yang didirikan pada saat itu. Pabrik-pabrik ini banyak yang menggunakan bahan bakar batu bara hingga saat ini sehingga menyebabkan polusi udara. Selain itu, ekonomi yang berkembang pesat juga membuat banyak orang Korea yang memiliki mobil pribadi sehingga emisi bahan bakar yang digunakan juga membuat udara bertambah kotor. Walaupun pemerintah sudah menyediakan transportasi umum yang murah dan juga pajak kendaraan yang mahal, banyak orang Korea yang masih menyukai kendaraan pribadi dibanding kendaraan umum. Selain faktor manusia, ada pula faktor alam seperti debu gurun yang berasal dari Tiongkok, debu-debu ini biasanya datang di musim semi dan musim gugur.

Bagaimana cara masyarakat menghadapi hal ini?
Masyarakat terbiasa mengecek tingkat polisi udara per hari, terutama tingkat polusi debu ultramikro (미세먼지) dalam satuan ㎍/m³. Angka 0-30 berarti bagus (좋음), angka 30-80 berarti biasa (보통), angka 80-150 berarti buruk, dan angka 151 ke atas berarti sangat buruk (매우 나쁨).  Jika angka sudah mencapai minimal 100, biasanya masyarakat akan keluar rumah dengan memakai masker. Masyarakat sudah terbiasa menggunakan masker KF94 jika tingkat polusi debu ultramikro sudah buruk.

Selain itu, rumah-rumah di Korea Selatan, terutama di Seoul dan sekitarnya, biasanya memiliki mesin pembersih udara (air purifier) untuk mengurangi tingkat polusi udara di dalam ruangan. Beberapa rumah juga memilih untuk memelihara tumbuhan untuk meningkatkan kualitas udara.